Thursday 8 March 2012

Tugas Kampus _Makalah INDEKS KUALITAS HIDUP (IKH)_


BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan dari pembangunan nasional adalah pembangunan sumber daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Sudah banyak kemajuan yang dicapai, namun dengan dinamika perubahan global, kualitas manusia Indonesia masih harus mengejar ketertinggalannya dari banyak negara di kawasan regional maupun internasional.
Selama ini Bank Dunia menggunakan tolak ukur pendapatan per kapita sebagai suatu ukuran pokok dari pertumbuhan suatu negara. Dengan tolak ukur yang digunakan oleh Bank Dunia tersebut, posisi Indonesia berada antara urutan tiga puluh dan empat puluh dari bawah. Srilanka berada dibawah Indonesia. Laporan terakhir United Nations Development Programme (UNDP), seperti dikutip oleh Tempo (9 Juni 1990), menyebutkan adanya perbedaan urutan yang lain dari berbagai negara tentang pertumbuhannya. Disebutkan, posisi Indonesia dan 82 negara lainnya berada dibawah Srilanka. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan tolak ukur yang digunakan. UNDP menggunakan tolak ukur yang disebut HDI (Human Development Index), yang tidak hanya menggunakan pendapatan per kapita sebagai indikator, tetapi juga usia harapan hidup, angka melek huruf, dan daya beli masyarakat.
Konon, dengan komposit indikator yang terakhir ini bukan saja pertumbuhan yang diukur, tetapi juga pemerataan. Terlepas dari tolak ukur mana yang dianggap lebih memadai, yang penting ialah adanya alternatif untuk menilai. Yang menarik lagi dari HDI atau indeks pertumbuhan manusia, ialah adanya kesamaan dengan IMH (indeks mutu hidup). Ada dua indikator yang sama-sama digunakan pada kedua indeks tersebut, yaitu usia harapan hidup angka melek huruf. Dengan catatan IMH yang dimaksudkan adalah versi yang diusulkan Morris, yang dianut oleh Biro Pusat Statistik.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Indikator adalah sesuatu yang memberikan kunci untuk  pemahaman kompleks atau masalah yang lebih penting, bisa membuat jelas suatu  kecenderungan atau fenomena yang tidak segera terdeteksi. (Hammond, 1995 dalam  De Wel, 1995). Mendefinisikan, mengukur, membandingkan dan menganalisis indikator perkotaan untuk  keberlanjutan dan kualitas hidup telah menjadi penting untuk memahami kota perencanaan dan proses manajemen. indikator tersebut adalah alat penting untuk menghadapi  tantangan untuk memperbaiki kota-kota kita, terutama dengan mengetahui seberapa baik atau buruk kita hidup.
Indeks Kualitas hidup adalah sebuah konsep luas yang berhubungan dengan keseluruhan kesejahteraan dalam suatu masyarakat. Konsep pendekatan melampaui kondisi hidup, yang cenderung berfokus pada sumber daya material (uang, akses terhadap barang dan jasa) yang tersedia untuk individu dan mempertimbangkan indikator seperti kebahagiaan, kebebasan untuk memilih gaya hidup seseorang dan subjektif kesejahteraan. Konsep ini demikian multi-dimensi, dan diukur oleh indikator objektif dan subjektif.
Organisasi mendefinisikan kualitas hidup sebagai "persepsi individu posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka hidup dan dalam hubungannya dengan, mereka harapan tujuan, standar dan keprihatinan ini. sebuah konsep luas mulai terkena dampak dengan cara yang kompleks dengan kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, keyakinan pribadi, hubungan sosial dan hubungan mereka dengan fitur yang menonjol dari lingkungan mereka. "
Indikator kualitas hidup adalah salah satu yang memungkinkan seseorang untuk memperkirakan derajat kesejahteraan. *ww.springerlink.com/index/H2W55K3P2HG50073
IKH merupakan indeks gabungan dari 3 indikator : Tingkat harapan hidup,angka kematian, dan tingkat melek huruf.sejak tahun 1990 United nations for development program UNDP mengembangkan suatu indeks yang sekarang dikenal dengan istilah IPM.*Ekonomi pembangunan 1999 Lincolin arsyad edisi 4 hal. 37.
Indeks kualitas hidup adalah ukuran kesejahteraan yang lain di samping pendapatan nasional adalah indeks mutu hidup (PQLI). PQLI adalah indeks non ekonomi yang merupakan kombinasi dari 3 indikator. Untuk mendapatkan PQLI masing – masing indeks diberi skor 1 sampai 100, skor 1 mendapatkan kinerja paling jelek dan skor 100 mendapatkan kinerja terbaik.*Ekonomi pembangunan 2004 Abdul hakim SE hal. 51
Istilah kualitas hidup digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan umum individu dan masyarakat. Istilah ini digunakan dalam berbagai konteks, termasuk bidang pembangunan internasional , kesehatan, dan politik. Kualitas hidup tidak harus bingung dengan konsep standar hidup , yang terutama didasarkan pada pendapatan. Sebaliknya, indikator standar kualitas hidup meliputi tidak hanya kekayaan dan pekerjaan, tetapi juga lingkungan binaan, fisik dan kesehatan mental, pendidikan, rekreasi dan waktu luang, dan sosial milik. *http://en.wikipedia.org/wiki/Quality_of_life
Menurut ekonom ekologis Robert Costanza : Sementara Kualitas Hidup (kualitas hidup) telah lama menjadi tujuan kebijakan eksplisit atau implisit, definisi yang memadai dan pengukuran telah sulit dipahami. Beragam "objektif" dan "subyektif" indikator di berbagai disiplin ilmu dan skala, dan bekerja baru pada kesejahteraan subyektif (SWB) survey dan psikologi kebahagiaan telah memacu minat baru.Juga sering istimewa adalah konsep-konsep seperti kebebasan, hak asasi manusia , dan kebahagiaan . Namun, karena kebahagiaan adalah subyektif dan sulit untuk diukur, langkah-langkah lainnya umumnya diberikan prioritas. Ini juga telah menunjukkan bahwa kebahagiaan, sebanyak itu dapat diukur, tidak berarti meningkatkan Sejalan dengan kenyamanan yang dihasilkan dari peningkatan pendapatan. Akibatnya, standar hidup tidak boleh diambil untuk menjadi ukuran kebahagiaan.
Calman (1984) 8 "Sejauh mana harapan dan ambisi akan dicocokkan oleh pengalaman".
Ferrans dan Wewenang (1985) 9 "Individu sebuah persepsi kesejahteraan yang berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan dengan dimensi hidup yang penting bagi individu".
Grant et al 10. (1990) "Pernyataan pribadi positif atau negatif dari atribut yang menjadi ciri khas adalah hidup satu". *De Wel, B., 1995, "Indicadores Locales de Sustentabilidad: un instrumento para la Gestion Ambiental descentralizada ", Instituto de EcologĂ­a Politica: Santiago.

B.     Indeks Kualitas Hidup
Kualitas hidup yang sering diidentikkan dengan kesejahteraan, akhir-akhir ini makin banyak didengungkan. Salah satu sebabnya adalah munculnya kesadaran, bahwa pembangunan tidak cukup diukur kesuksesannya dengan membangun input yang banyak, tetapi justru yang lebih penting adalah output. Dan kualitas hidup merupakan salah satu tolak ukurnya. Pengkajian kualitas hidup pernah dan terus dilakukan, bahkan secara internasional, yang dimotori oleh Organization of Economic and Culture Development (OECD) yang berkedudukan di Paris. Untuk mengetahui kualitas hidup, harus diketahui terlebih dahulu indikatornya. Menurut OECD (1982), indikator kualitas hidup adalah pendapatan, perumahan, lingkungan, stabilitas sosial, kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja. Indikator yang diajukan OECD bisa dikatakan sangat memadai, dalam arti sudah mencakup banyak hal sebagai cerminan kualitas hidup. Masalahnya adalah, indikator tersebut belum operasional. Dengan kata lain, masing-masing indikator diatas masih perlu dijabarkan lebih lanjut. Beberapa ahli sudah berusaha menjabarkan indikator-indikator kualitas hidup.
Morris (1979) mengajukan tiga indikator pokok, yaitu tingkat kematian bayi (IMR), harapan hidup saat usia satu tahun, dan angka melek huruf. Indikator ini juga digunakan oleh Biro Pusat Statistik dalam mengukur Indeks Mutu Hidup dalam usaha membandingkan tingkat kesejahteraan. Asumsi digunakannya tiga komponen indikator tersebut angka harapan hidup dan tingkat kematian bayi merupakan indikator aspek-aspek penting dari kemajuan sosial. Sebab keduanya menyajikan efek dari interaksi sosial. Hasil penelitian yang dikutip BPS (1987) menunjukkan bahwa tingkat kematian bayi mencerminkan ketersediaan sumber air bersih, keadaan lingkungan di dalam rumah, dan keadaan kesehatan ibu. Angka harapan hidup pada umur satu tahun juga dapat memberikan gambaran status gizi keluarga dan ciri-ciri kehidupan diluar rumah. Disamping itu angka melek huruf merupakan indikator penting, karena selain merupakan ukuran taraf kesejahteraan rakyat, juga merupakan ukuran dari keterampilan minimal yang diperlukan dalam proses pembangunan. Indikator melek huruf bagi sebagian daerah dan negara tidak bisa akurat untuk menjadi faktor pembeda. Negara dan daerah yang sudah maju pada umumnya tingkat melek hurufnya tinggi sekali, atau bahkan seluruh penduduknya sudah melek huruf.
Karena alasan itulah,Williamson (1987) tidak menyertakan angka melek huruf sebagai suatu indikator. Sebagai gantinya ia memasukkan konsumsi kalori per kapita per hari dan konsumsi protein per kapita per hari. Sedangkan menurut Sajogyo (1984), tiga indikator saja tidak cukup, sehingga perlu menambah satu indikator lagi, dalam hal ini TFR (total fertility rate). Masih ada beberapa indikator lain yang mencerminkan kualitas hidup. Dilihat dari masing-masing pemerintahan, indikator yang dimaksud ternyata juga berbeda-beda. Negara komunis (lihat: Botez et. al., 1979) memiliki standar kualitas hidup yang berbeda dengan negara nonkomunis. Selain itu, akhir-akhir ini juga tampak perkembangan indikator yang mengarah pada indikator nonfisik. Indikator-indikator seperti kebahagiaan, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain mulai dipertimbangkan sebagai indikator yang penting (Rothblatt dan Garr, 1986;Schuessler dan Fisher, 1985; serta Mukherjee, 1989).
§  Cermin Pembangunan

Sangat ideal untuk bisa memasukkan indikator dalam melihat kualitas hidup. Pada kenyataannya sangat sulit memasukkan berbagai indikator tersebut sekaligus. Faktor cakupan wilayah adalah salah satu faktor yang bisa menghambat realisasi hal itu. Untuk wilayah yang luas dengan penduduk yang banyak akan sulit mengukur indikator psikis. Sebaliknya untuk unit analisis yang kecil kurang memenuhi syarat untuk mengukur data-data seperti IMR dan TFR. Menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan seperti itu maka banyak ahli yang berorientasi pragmatis dengan jalan hanya mengambil sedikit indikator yang relevan saja. Salah satu asumsinya adalah karena tingginya korelasi antar indikator sehingga menggunakan sedikit indikator saja sudah cukup mewakili.
Ambil saja contoh yang sekarang dipakai BPS. Dengan tiga indikator seperti yang disebut diatas tahun 1985 Indeks Mutu Hidup (IMH) kita 72. Apa artinya? Karena indeks tertinggi 100, sepintas angka tersebut bisa disebut lumayan. Keadaannya memang demikian. Terutama bila dibandingkan dengan angka tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1971 IMH kita masih 51, 1976 menunjukkan angka 55, bahkan empat tahun kemudian, 1980, baru 59. Kenaikan yang cukup prestatif ini layak mendapat pujian. Namun perlu juga diketahui bahwa IMH di Indonesia yang dicapai tahun 1985 tersebut sudah dicapai oleh Srilanka, Filipina dan Muangthai sepuluh tahun sebelumnya. Karenanya tidak mengherankan bila HDI kita seperti dilaporkan UNDP masih dibawah Srilanka. Kembali pada angka-angka IMH yang telah dicapai Indonesia, maka tampak bahwa kenaikannya sejalan dengan pemangunan yang dilaksanakan. Disamping itu sasaran seperti yang disarankan Club of Rome untuk mencapai IMH sebesar 77 di tahun 2000 kemungkinan besar bisa tercapai. Bahkan kemungkinan besar terlampaui, tergantung pada laju pembangunan yang sedang dan akan berjalan.

C.    Physical Quality Life Index (PQLI)

PQLI adalah metode pengukuhan kesejahteraan penduduk yang dikenalkan oleh Mooris. Metode ini mengesampingkan pendapatan nasional. PQLI adalah indeks non-ekonomi yang merupakan kombinasi dari tiga indikator :
a.       Rata-rata jumlah kematian bayi yaitu jumlah kematian tahunan  dari bayi yang berumur di bawah satu tahun per 1000 yang hidup
b.      Rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun
c.       Rata-rata prosentase buta dan melek huruf


Tetapi indikator-indikator ini tidak terlepas dari kritik yaitu:

a.       PQLI tidak menunjukkan sesuatu yang baru karena hubungan indikator PQLI dan Indeks gabungan Gross National Product (GNP) perkapita menunjukkan hal yang tidak berbeda. Indikator PQLI hanya efektif membedakan tingkat pembangunan jika GNP masih rendah.
b.      Tidak ada dasar ilmiah yang pasti dalam pembuatan skor indeks 1-100
c.       PQLI memberi bobot yang sama atas tiga indeks penyusunan

Ukuran kesejahteraan yang lain disamping pendapatan nasional adalah index mutu hidup (physical quality of life index). PQLI adalah indeks non-ekonomi hidup yang merupakan kombinasi dari tiga indicator :
a)      Kematian bayi ( jumlah kematian tahunan dari bayi yang berumur di bawah satu  tahun per 1000 yang hidup)
b)      Harapan hidup mulai umur satu tahun
c)      Tingkat melek huruf (dalam persentase)

PQLI memang menberikan alternatif bagi indikator kesejahteraan selain GNP perkapita. Akan tetapi indikator ini juga tidak lepas dari kritik perhatian beberapa hal berikut ini ;
1)      Beberapa ahli ekonom mengatakan bahwa hubungan antara indicator PQLI dan indeks gabungan GNP perkapita sangat erat sehingga menunjukkan hal yang tidak berbeda. Kebanyakan Negara yang GNP perkapitanya tinggi akan mempunyai indeks PQLI yang tinggi pula. Sehingga menurut ekonom , PQLI tidak menunjukkan sesuatu yang baru karena merupakn hal yang sia-sia untuk menghitungnya sepanjang kita mempunyi GNP perkapita. tetapi para ekonom akhirnya sepakat bahwa indikator PQLI hanya efektif membedakan tinggakt pembangunan jika tingkat GNP masih rendah.
2)       Tidak pernah ada dasar ilmiah yang pasti dalam pembuatan skala indeks dari 1-100
3)      PQLI member bobot yang sama atas tiga indeks penyusunan.

Istilah kualitas hidup digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan umum individu dan masyarakat. Istilah ini digunakan dalam berbagai konteks, termasuk bidang pembangunan internasional, kesehatan, dan politik. Kualitas hidup tidak harus bingung dengan konsep standar hidup, yang terutama didasarkan pada pendapatan. Sebaliknya, indikator standar kualitas hidup meliputi tidak hanya kekayaan dan pekerjaan, tetapi juga lingkungan binaan, fisik dan kesehatan mental, pendidikan, rekreasi dan waktu luang, dan sosial milik.[1]
v  Menurut ekonom ekologis Robert Costanza:
 Sementara Kualitas Hidup (kualitas hidup) telah lama menjadi tujuan kebijakan eksplisit atau implisit, definisi yang memadai dan pengukuran telah sulit dipahami. Beragam "objektif" dan "subyektif" indikator di berbagai disiplin ilmu dan skala, dan bekerja baru pada kesejahteraan subyektif (SWB) survey dan psikologi kebahagiaan telah memacu minat baru.[2]
Juga sering istimewa adalah konsep-konsep seperti kebebasan, hak asasi manusia, dan kebahagiaan. Namun, karena kebahagiaan adalah subyektif dan sulit untuk diukur, langkah-langkah lainnya umumnya diberikan prioritas. Ini juga telah menunjukkan bahwa kebahagiaan, sebanyak itu dapat diukur, tidak berarti meningkatkan Sejalan dengan kenyamanan yang dihasilkan dari peningkatan pendapatan. Akibatnya, standar hidup tidak boleh diambil untuk menjadi ukuran kebahagiaan.
Kualitas hidup merupakan konsep penting dalam bidang pembangunan internasional, karena memungkinkan pembangunan yang akan dianalisis pada ukuran yang lebih luas dibandingkan standar hidup. Dalam teori pembangunan, bagaimanapun, ada berbagai ide mengenai apa yang merupakan perubahan yang diinginkan untuk masyarakat tertentu, dan cara yang berbeda bahwa kualitas hidup ditentukan oleh lembaga sehingga bentuk bagaimana organisasi ini bekerja untuk perbaikan perusahaan secara keseluruhan.


Organisasi seperti Bank Dunia, misalnya, menyatakan tujuan dari "bekerja untuk dunia yang bebas dari kemiskinan", [4] dengan kemiskinan didefinisikan sebagai kurangnya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, air, tempat tinggal, kebebasan, akses ke pendidikan, kesehatan, atau pekerjaan. [5] Dengan kata lain, kemiskinan didefinisikan sebagai kualitas hidup yang rendah. Dengan menggunakan definisi ini, Bank Dunia bekerja untuk meningkatkan kualitas hidup melalui sarana neoliberal, dengan tujuan yang dinyatakan menurunkan kemiskinan dan membantu orang-orang membeli kualitas hidup yang lebih baik.
Organisasi lain, bagaimanapun, juga dapat bekerja terhadap kualitas global meningkat hidup menggunakan definisi yang sedikit berbeda dan metode substansial berbeda. Banyak LSM tidak memusatkan perhatian sama sekali pada mengurangi kemiskinan pada skala nasional atau internasional, melainkan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup bagi individu atau komunitas. Salah satu contoh akan menjadi sponsor program yang memberikan bantuan materi bagi individu tertentu. Meskipun banyak organisasi jenis ini masih dapat berbicara tentang memerangi kemiskinan, metode berbeda secara signifikan.Karena perbedaan-perbedaan dalam teori dan praktek pembangunan, ada juga berbagai ukuran kuantitatif yang digunakan untuk menggambarkan kualitas hidup.
Kualitas Hidup Fisik Index (PQLI) merupakan upaya untuk mengukur kualitas hidup atau kesejahteraan suatu negara. Nilai tersebut adalah rata-rata tiga statistik: Tingkat melek huruf dasar, kematian bayi, dan harapan hidup pada usia satu, semua sama bobot pada skala 0 hingga 100.
Ini dikembangkan untuk Overseas Development Council pada pertengahan 1970-an oleh Morris David Morris, sebagai salah satu dari sejumlah langkah-langkah diciptakan karena ketidakpuasan dengan menggunakan GNP sebagai indikator pembangunan. PQLI mungkin dianggap sebagai perbaikan namun saham masalah umum untuk mengukur kualitas hidup dengan cara kuantitatif. Ini juga telah dikritik karena ada tumpang tindih antara kematian bayi dan harapan hidup.Para PBB Indeks Pembangunan Manusia merupakan cara yang lebih banyak digunakan untuk mengukur kesejahteraan.
Langkah-langkah Menghitung Kualitas Hidup Fisik:
1) Cari persentase penduduk yang melek huruf (tingkat melek huruf).
2) Cari angka kematian bayi. (Dari 1000 kelahiran) Indexed Angka Kematian Bayi = (166 - kematian bayi) × 0,625
3) Cari Harapan Hidup. Indexed Harapan Hidup = (Hidup Harapan - 42) × 2,7
4) fisik Kualitas Hidup =

*Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Physical_Quality_of_Life_Index

Salah satu cara lain untuk mengukur kesejahteraan penduduk sebuah negara adalah dengan menggunakan tolok ukur PQLI ( physical quality of life index)
Tolok ukur ini dikenalkan oleh moris(1979 dalam todaro (1985)
-           Indikatornya antara lain:
• (1) rata-rata harapan hidup setelah umur i tahun
• (2) rata-rata jumlah kematian bayi
• (3) rata-rata prosentasi buta dan melek hurup
-           Bagi yang pertama, angka 100 diberikan jika rata-rata harapan hidup mencapai 77 th. Angka 1 diberikan jika ata-rata harapan hidup mencapai 28 tahun
-          Untuk yang kedua, angka 100 diberikan bila rata-rata angka kematian adalah 9 untuk setiap 1000 bayi, dan angka 1 jika angka rata-rata kematian mencapai 229
-          Untuk yang ketiga, angka 100 diberikan bilarata-rata prosentase melek hurup mencpai 100%, dan angka 0 diberikan bila tidak ada yang melek hurup.Angka PQLI
-          Angka rata-rata dari ke 3 indikator tsb menjadi angka pqli yang besarnya mulai dari 0 -100.
-          Ternyata prestasi pqli ini tidak selalu sama dengan prestasi pnb/kapita, meskipun pada umumnya bahwa negara yang tinggi pnb/kapita juga tinggi pqli nya. Demikian pula sebaliknya.
Kerusakan lingkungan
-          Kerusakan bisa juga diperguanakn mengukur tingkat pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara.
-          bisa Saja sebuah negara yang tinggi produktivitasnya dan merata pendapatannya bisa berada pada sebuah proses untuk menjadi semakin miskin, karena tidak mempedulikan dampak lingkungannya
lanjutan
-          Sumber-sumber alamnya semakinn terkuras, sementara kecepatan bagi alam untuk melakukan rehabilitasi lebih lambat
-          Mungkin pabrik-pabriknya tak terkendali lebih bnayak memproduski limbag yang bisa merusak lingkungan
-          Oleh karen aitu faktor kerusakan lingkungan bisa dipergnakn untuk mengukur sberapa jauh pembangungan sebuah negara dilaksnakan.

Physical Quality of Life Index (PQLI atau Kualitas Fisik Indeks Hidup ialah suatu usaha untuk mengukur kualitas hidup atau kesejahteraan hidup suatu negara. Nilainya diambil dari rata-rata tiga nilai statistik yaitu: jumlah buta huruf, angka kematian bayi, dan angka harapan hidup pada usia 1 (satu) tahun, dan semuanya dinilai dengan skala 1-100. Penilaian ini dibuat oleh Overseas Development Council atau dewan perkembangan luar negeri pada pertengahan tahun 1970-an oleh Morris David Morris.
Namun yang digunakan saat ini untuk menilai kesejahteraan hidup ialah menggunakan indeks pembangunan manusia dari PBB
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup , melek huruf , pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju , negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.[1] Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel india Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasanya . indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pembangunan di berbagai sektor yang merata merupakan kunci peningkatan kualitas hidup. Tampaknya tidak ada sektor yang tidak berperan. Sektor-sektor tersebut kemudian harus menyentuh rumah tangga. Dari sanalah akan muncul hasil yang memperkuat indikator kualitas hidup.

Daftar Pustaka

-          Arsyad,Lincolin (1999). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : Edisi 4
-          Hakim, Abdul. (2004) Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta
-          De Wel, B., 1995, "Indicadores Locales de Sustentabilidad: un instrumento para la Gestion Ambiental descentralizada ", Instituto de EcologĂ­a Politica: Santiago.

1 komentar:

Unknown said...

thankz..
tp mau na.y niih_
bagaimana IKH pada era orde baru en masa reformasi????

harap di jawab...
b4 thankzz...