BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan dari
pembangunan nasional adalah pembangunan sumber daya manusia, baik laki-laki
maupun perempuan. Sudah banyak kemajuan yang dicapai, namun dengan dinamika
perubahan global, kualitas manusia Indonesia masih harus mengejar
ketertinggalannya dari banyak negara di kawasan regional maupun internasional.
Selama ini Bank Dunia
menggunakan tolak ukur pendapatan per kapita sebagai suatu ukuran pokok dari
pertumbuhan suatu negara. Dengan tolak ukur yang digunakan oleh Bank Dunia
tersebut, posisi Indonesia berada antara urutan tiga puluh dan empat puluh dari
bawah. Srilanka berada dibawah Indonesia. Laporan terakhir United Nations
Development Programme (UNDP), seperti dikutip oleh Tempo (9 Juni 1990),
menyebutkan adanya perbedaan urutan yang lain dari berbagai negara tentang
pertumbuhannya. Disebutkan, posisi Indonesia dan 82 negara lainnya berada
dibawah Srilanka. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan tolak ukur yang
digunakan. UNDP menggunakan tolak ukur yang disebut HDI (Human Development
Index), yang tidak hanya menggunakan pendapatan per kapita sebagai
indikator, tetapi juga usia harapan hidup, angka melek huruf, dan daya beli
masyarakat.
Konon, dengan komposit
indikator yang terakhir ini bukan saja pertumbuhan yang diukur, tetapi juga
pemerataan. Terlepas dari tolak ukur mana yang dianggap lebih memadai, yang
penting ialah adanya alternatif untuk menilai. Yang menarik lagi dari HDI atau
indeks pertumbuhan manusia, ialah adanya kesamaan dengan IMH (indeks mutu hidup).
Ada dua indikator yang sama-sama digunakan pada kedua indeks tersebut, yaitu
usia harapan hidup angka melek huruf. Dengan catatan IMH yang dimaksudkan
adalah versi yang diusulkan Morris, yang dianut oleh Biro Pusat Statistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Indikator adalah
sesuatu yang memberikan kunci untuk
pemahaman kompleks atau masalah yang lebih penting, bisa membuat jelas
suatu kecenderungan atau fenomena yang
tidak segera terdeteksi. (Hammond, 1995 dalam
De Wel, 1995). Mendefinisikan, mengukur, membandingkan dan menganalisis
indikator perkotaan untuk keberlanjutan
dan kualitas hidup telah menjadi penting untuk memahami kota perencanaan dan
proses manajemen. indikator tersebut adalah alat penting untuk menghadapi tantangan untuk memperbaiki kota-kota kita,
terutama dengan mengetahui seberapa baik atau buruk kita hidup.
Indeks Kualitas hidup adalah sebuah konsep
luas yang berhubungan dengan keseluruhan kesejahteraan dalam suatu masyarakat.
Konsep pendekatan melampaui kondisi hidup, yang cenderung berfokus pada sumber
daya material (uang, akses terhadap barang dan jasa) yang tersedia untuk
individu dan mempertimbangkan indikator seperti kebahagiaan, kebebasan untuk
memilih gaya hidup seseorang dan subjektif kesejahteraan. Konsep ini demikian
multi-dimensi, dan diukur oleh indikator objektif dan subjektif.
Organisasi
mendefinisikan kualitas hidup sebagai "persepsi individu posisi mereka
dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka hidup dan
dalam hubungannya dengan, mereka harapan tujuan, standar dan keprihatinan ini.
sebuah konsep luas mulai terkena dampak dengan cara yang kompleks dengan
kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, keyakinan pribadi, hubungan
sosial dan hubungan mereka dengan fitur yang menonjol dari lingkungan mereka.
"
Indikator kualitas hidup adalah salah satu yang
memungkinkan seseorang untuk memperkirakan derajat kesejahteraan. *ww.springerlink.com/index/H2W55K3P2HG50073
IKH
merupakan indeks gabungan dari 3 indikator : Tingkat harapan hidup,angka
kematian, dan tingkat melek huruf.sejak tahun 1990 United nations for
development program UNDP mengembangkan suatu indeks yang sekarang dikenal
dengan istilah IPM.*Ekonomi
pembangunan 1999 Lincolin arsyad edisi 4 hal. 37.
Indeks kualitas
hidup adalah ukuran kesejahteraan yang lain di samping pendapatan nasional
adalah indeks mutu hidup (PQLI). PQLI adalah indeks non ekonomi yang merupakan
kombinasi dari 3 indikator. Untuk mendapatkan PQLI masing – masing indeks
diberi skor 1 sampai 100, skor 1 mendapatkan kinerja paling jelek dan skor 100
mendapatkan kinerja terbaik.*Ekonomi
pembangunan 2004 Abdul hakim SE hal. 51
Istilah kualitas hidup digunakan
untuk mengevaluasi kesejahteraan umum individu dan masyarakat. Istilah ini
digunakan dalam berbagai konteks, termasuk bidang pembangunan internasional ,
kesehatan, dan politik. Kualitas hidup tidak harus bingung dengan konsep standar hidup , yang terutama didasarkan pada pendapatan.
Sebaliknya, indikator standar kualitas hidup meliputi tidak hanya kekayaan dan
pekerjaan, tetapi juga lingkungan binaan, fisik dan kesehatan mental,
pendidikan, rekreasi dan waktu luang, dan sosial milik. *http://en.wikipedia.org/wiki/Quality_of_life
Menurut ekonom ekologis Robert Costanza : Sementara Kualitas Hidup
(kualitas hidup) telah lama menjadi tujuan kebijakan eksplisit atau implisit,
definisi yang memadai dan pengukuran telah sulit dipahami. Beragam
"objektif" dan "subyektif" indikator di berbagai disiplin
ilmu dan skala, dan bekerja baru pada kesejahteraan subyektif (SWB) survey dan
psikologi kebahagiaan telah memacu minat baru.Juga sering istimewa adalah
konsep-konsep seperti kebebasan, hak asasi manusia , dan kebahagiaan . Namun, karena kebahagiaan adalah subyektif dan
sulit untuk diukur, langkah-langkah lainnya umumnya diberikan prioritas. Ini
juga telah menunjukkan bahwa kebahagiaan, sebanyak itu dapat diukur, tidak
berarti meningkatkan Sejalan dengan kenyamanan yang dihasilkan dari peningkatan
pendapatan. Akibatnya, standar hidup tidak boleh diambil untuk menjadi ukuran
kebahagiaan.
Calman
(1984) 8 "Sejauh mana harapan dan
ambisi akan dicocokkan oleh pengalaman".
Ferrans
dan Wewenang (1985) 9 "Individu
sebuah persepsi kesejahteraan yang berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan
dengan dimensi hidup yang penting bagi individu".
Grant
et al 10. (1990) "Pernyataan
pribadi positif atau negatif dari atribut yang menjadi ciri khas adalah hidup
satu". *De Wel, B., 1995, "Indicadores
Locales de Sustentabilidad: un instrumento para la Gestion Ambiental
descentralizada ", Instituto de EcologĂa Politica: Santiago.
B.
Indeks Kualitas Hidup
Kualitas hidup yang sering diidentikkan dengan
kesejahteraan, akhir-akhir ini makin
banyak didengungkan. Salah satu sebabnya adalah munculnya kesadaran, bahwa pembangunan tidak cukup diukur kesuksesannya
dengan membangun input yang
banyak, tetapi justru yang lebih penting adalah output. Dan kualitas hidup merupakan salah
satu tolak ukurnya. Pengkajian
kualitas hidup pernah dan terus dilakukan, bahkan secara internasional, yang dimotori oleh Organization of Economic and
Culture Development (OECD) yang
berkedudukan di Paris. Untuk mengetahui kualitas hidup, harus diketahui terlebih dahulu indikatornya. Menurut OECD (1982), indikator kualitas
hidup adalah pendapatan, perumahan, lingkungan, stabilitas sosial, kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja. Indikator yang diajukan OECD bisa
dikatakan sangat memadai, dalam arti sudah
mencakup banyak hal sebagai cerminan kualitas hidup. Masalahnya adalah, indikator tersebut belum
operasional. Dengan kata lain, masing-masing indikator diatas masih perlu dijabarkan lebih lanjut. Beberapa
ahli sudah berusaha menjabarkan
indikator-indikator kualitas hidup.
Morris
(1979) mengajukan tiga indikator pokok,
yaitu tingkat kematian bayi (IMR),
harapan hidup saat usia satu tahun, dan angka melek huruf. Indikator ini juga digunakan oleh Biro Pusat
Statistik dalam mengukur Indeks Mutu Hidup
dalam usaha membandingkan tingkat kesejahteraan. Asumsi digunakannya tiga komponen indikator tersebut angka harapan hidup dan tingkat kematian bayi
merupakan indikator aspek-aspek penting dari kemajuan sosial. Sebab keduanya menyajikan efek dari interaksi
sosial. Hasil penelitian yang
dikutip BPS (1987) menunjukkan bahwa tingkat kematian bayi mencerminkan
ketersediaan sumber air bersih, keadaan lingkungan di dalam rumah, dan keadaan
kesehatan ibu. Angka harapan hidup pada umur satu tahun juga dapat memberikan
gambaran status gizi keluarga dan ciri-ciri kehidupan diluar rumah. Disamping
itu angka melek huruf merupakan indikator penting, karena selain merupakan
ukuran taraf kesejahteraan rakyat, juga merupakan ukuran dari keterampilan minimal yang diperlukan dalam proses
pembangunan. Indikator melek huruf bagi sebagian daerah dan negara tidak bisa
akurat untuk menjadi faktor pembeda. Negara dan daerah yang sudah maju pada umumnya
tingkat melek hurufnya tinggi sekali, atau bahkan seluruh penduduknya sudah melek
huruf.
Karena alasan itulah,Williamson (1987) tidak
menyertakan angka melek huruf sebagai suatu indikator. Sebagai gantinya ia
memasukkan konsumsi kalori per kapita per hari dan konsumsi protein per kapita
per hari. Sedangkan menurut Sajogyo (1984), tiga indikator saja tidak cukup,
sehingga perlu menambah satu indikator lagi, dalam hal ini TFR (total
fertility rate). Masih ada beberapa indikator lain yang mencerminkan
kualitas hidup. Dilihat dari masing-masing pemerintahan, indikator yang
dimaksud ternyata juga berbeda-beda. Negara komunis (lihat: Botez et. al.,
1979) memiliki standar kualitas hidup yang berbeda dengan negara nonkomunis.
Selain itu, akhir-akhir ini juga tampak perkembangan indikator yang mengarah
pada indikator nonfisik. Indikator-indikator seperti kebahagiaan, kenyamanan,
kepuasan, dan lain-lain mulai dipertimbangkan sebagai indikator yang penting (Rothblatt dan Garr, 1986;Schuessler dan
Fisher, 1985; serta Mukherjee, 1989).
§
Cermin Pembangunan
Sangat ideal untuk bisa
memasukkan indikator dalam melihat kualitas hidup. Pada kenyataannya
sangat sulit memasukkan berbagai indikator tersebut sekaligus. Faktor
cakupan wilayah adalah salah satu faktor yang bisa menghambat realisasi
hal itu. Untuk wilayah yang luas dengan penduduk yang banyak akan sulit
mengukur indikator psikis. Sebaliknya untuk unit analisis yang kecil
kurang memenuhi syarat untuk mengukur data-data seperti IMR dan TFR. Menyadari
adanya keterbatasan-keterbatasan seperti itu maka banyak ahli yang
berorientasi pragmatis dengan jalan hanya mengambil sedikit indikator yang relevan
saja. Salah satu asumsinya adalah karena tingginya korelasi antar indikator
sehingga menggunakan sedikit indikator saja sudah cukup mewakili.
Ambil saja contoh yang
sekarang dipakai BPS. Dengan tiga indikator seperti yang disebut diatas
tahun 1985 Indeks Mutu Hidup (IMH) kita 72. Apa artinya? Karena indeks
tertinggi 100, sepintas angka tersebut bisa disebut lumayan. Keadaannya
memang demikian. Terutama bila dibandingkan dengan angka tahun-tahun
sebelumnya. Tahun 1971 IMH kita masih 51, 1976 menunjukkan angka 55,
bahkan empat tahun kemudian, 1980, baru 59. Kenaikan yang cukup
prestatif ini layak mendapat pujian. Namun perlu juga diketahui bahwa
IMH di Indonesia yang dicapai tahun 1985 tersebut sudah dicapai oleh
Srilanka, Filipina dan Muangthai sepuluh tahun sebelumnya. Karenanya tidak mengherankan
bila HDI kita seperti dilaporkan UNDP masih dibawah Srilanka. Kembali
pada angka-angka IMH yang telah dicapai Indonesia, maka tampak bahwa
kenaikannya sejalan dengan pemangunan yang dilaksanakan. Disamping itu
sasaran seperti yang disarankan Club of Rome untuk mencapai IMH
sebesar 77 di tahun 2000 kemungkinan besar bisa tercapai. Bahkan kemungkinan
besar terlampaui, tergantung pada laju pembangunan yang sedang dan akan
berjalan.
C.
Physical Quality Life Index (PQLI)
PQLI adalah metode pengukuhan
kesejahteraan penduduk yang dikenalkan oleh Mooris. Metode ini mengesampingkan
pendapatan nasional. PQLI adalah indeks non-ekonomi yang merupakan kombinasi
dari tiga indikator :
a.
Rata-rata jumlah kematian bayi yaitu jumlah kematian tahunan
dari bayi yang berumur di bawah satu tahun per 1000 yang hidup
b. Rata-rata
harapan hidup
sesudah umur satu tahun
c.
Rata-rata prosentase buta dan
melek huruf
Tetapi
indikator-indikator ini tidak terlepas dari kritik yaitu:
a.
PQLI tidak menunjukkan sesuatu yang baru karena hubungan
indikator PQLI dan Indeks gabungan Gross National Product (GNP) perkapita
menunjukkan hal yang tidak berbeda. Indikator PQLI hanya efektif membedakan
tingkat pembangunan jika GNP masih rendah.
b. Tidak ada dasar ilmiah yang pasti
dalam pembuatan skor indeks 1-100
c.
PQLI memberi bobot yang sama atas tiga indeks penyusunan
Ukuran kesejahteraan yang lain disamping
pendapatan nasional adalah index mutu hidup (physical quality of life index).
PQLI adalah indeks non-ekonomi hidup yang merupakan kombinasi dari tiga
indicator :
a) Kematian bayi ( jumlah
kematian tahunan dari bayi yang berumur di bawah satu tahun per 1000 yang
hidup)
b)
Harapan hidup mulai umur satu tahun
c) Tingkat melek huruf
(dalam persentase)
PQLI
memang
menberikan alternatif bagi indikator kesejahteraan selain GNP perkapita. Akan
tetapi indikator ini juga tidak lepas dari kritik perhatian beberapa hal
berikut ini ;
1) Beberapa ahli ekonom
mengatakan bahwa hubungan antara indicator PQLI dan indeks gabungan GNP
perkapita sangat erat sehingga menunjukkan hal yang tidak berbeda. Kebanyakan
Negara yang GNP perkapitanya tinggi akan mempunyai indeks PQLI yang tinggi
pula. Sehingga menurut ekonom , PQLI tidak menunjukkan sesuatu yang baru karena
merupakn hal yang sia-sia untuk menghitungnya sepanjang kita mempunyi GNP
perkapita. tetapi para ekonom akhirnya sepakat bahwa indikator PQLI hanya
efektif membedakan tinggakt pembangunan jika tingkat GNP masih rendah.
2)
Tidak
pernah ada dasar ilmiah yang pasti dalam pembuatan skala indeks dari 1-100
3) PQLI member bobot yang
sama atas tiga indeks penyusunan.
Istilah
kualitas hidup digunakan
untuk mengevaluasi kesejahteraan umum individu dan masyarakat. Istilah
ini digunakan dalam berbagai konteks, termasuk
bidang pembangunan internasional, kesehatan, dan politik. Kualitas
hidup tidak harus
bingung dengan konsep standar hidup, yang
terutama didasarkan pada pendapatan.
Sebaliknya, indikator standar kualitas hidup
meliputi tidak hanya
kekayaan dan pekerjaan, tetapi
juga lingkungan binaan, fisik dan kesehatan
mental, pendidikan, rekreasi dan waktu
luang, dan sosial
milik.[1]
v Menurut ekonom ekologis Robert
Costanza:
Sementara Kualitas Hidup (kualitas hidup) telah lama
menjadi tujuan kebijakan eksplisit atau implisit,
definisi yang memadai dan pengukuran telah
sulit dipahami. Beragam "objektif" dan "subyektif" indikator di berbagai disiplin
ilmu dan skala, dan bekerja baru pada
kesejahteraan subyektif (SWB) survey dan
psikologi kebahagiaan telah memacu minat
baru.[2]
Juga sering
istimewa adalah konsep-konsep seperti kebebasan, hak
asasi manusia, dan kebahagiaan.
Namun, karena kebahagiaan
adalah subyektif dan
sulit untuk diukur,
langkah-langkah lainnya umumnya diberikan prioritas.
Ini juga telah menunjukkan bahwa kebahagiaan, sebanyak
itu dapat diukur,
tidak berarti meningkatkan Sejalan
dengan kenyamanan yang dihasilkan dari peningkatan
pendapatan. Akibatnya, standar
hidup tidak boleh diambil untuk menjadi ukuran
kebahagiaan.
Kualitas
hidup merupakan konsep penting dalam bidang
pembangunan internasional, karena memungkinkan pembangunan
yang akan dianalisis pada ukuran yang lebih
luas dibandingkan standar hidup. Dalam teori
pembangunan, bagaimanapun, ada berbagai ide
mengenai apa yang merupakan perubahan yang
diinginkan untuk masyarakat
tertentu, dan cara yang berbeda
bahwa kualitas hidup
ditentukan oleh lembaga
sehingga bentuk bagaimana
organisasi ini bekerja untuk perbaikan perusahaan
secara keseluruhan.
Organisasi seperti
Bank Dunia, misalnya, menyatakan tujuan dari
"bekerja untuk dunia yang bebas dari kemiskinan", [4] dengan kemiskinan
didefinisikan sebagai kurangnya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, air,
tempat tinggal, kebebasan, akses ke pendidikan,
kesehatan, atau pekerjaan. [5] Dengan kata lain, kemiskinan didefinisikan
sebagai kualitas hidup
yang rendah. Dengan menggunakan definisi ini, Bank
Dunia bekerja untuk
meningkatkan kualitas hidup melalui
sarana neoliberal, dengan tujuan
yang dinyatakan menurunkan kemiskinan
dan membantu orang-orang membeli kualitas hidup
yang lebih baik.
Organisasi
lain, bagaimanapun, juga dapat bekerja terhadap
kualitas global meningkat
hidup menggunakan definisi yang sedikit berbeda
dan metode substansial berbeda. Banyak LSM tidak
memusatkan perhatian sama sekali pada
mengurangi kemiskinan pada skala nasional
atau internasional, melainkan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup
bagi individu atau
komunitas. Salah satu contoh
akan menjadi sponsor program yang memberikan
bantuan materi bagi individu
tertentu. Meskipun banyak organisasi jenis ini masih dapat berbicara tentang memerangi
kemiskinan, metode berbeda secara signifikan.Karena perbedaan-perbedaan
dalam teori dan praktek pembangunan, ada juga
berbagai ukuran kuantitatif
yang digunakan untuk menggambarkan kualitas
hidup.
Kualitas
Hidup Fisik Index (PQLI) merupakan upaya untuk mengukur kualitas hidup atau
kesejahteraan suatu negara. Nilai tersebut adalah rata-rata tiga statistik:
Tingkat melek huruf dasar, kematian bayi, dan harapan hidup pada usia satu,
semua sama bobot pada skala 0 hingga 100.
Ini
dikembangkan untuk Overseas Development Council pada pertengahan 1970-an oleh
Morris David Morris, sebagai salah satu dari sejumlah langkah-langkah
diciptakan karena ketidakpuasan dengan menggunakan GNP sebagai
indikator pembangunan. PQLI mungkin dianggap sebagai perbaikan namun saham masalah
umum untuk mengukur kualitas hidup dengan cara kuantitatif. Ini juga telah
dikritik karena ada tumpang tindih antara kematian bayi dan harapan hidup.Para PBB Indeks
Pembangunan Manusia merupakan cara yang lebih banyak digunakan untuk
mengukur kesejahteraan.
Langkah-langkah Menghitung Kualitas Hidup Fisik:
1) Cari persentase penduduk yang melek huruf (tingkat melek huruf).
2) Cari angka kematian bayi. (Dari 1000 kelahiran) Indexed Angka
Kematian Bayi = (166 - kematian bayi) × 0,625
3) Cari Harapan Hidup. Indexed Harapan Hidup = (Hidup Harapan - 42) ×
2,7
4) fisik Kualitas Hidup =
*Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Physical_Quality_of_Life_Index
Salah satu cara lain untuk mengukur
kesejahteraan penduduk sebuah negara adalah dengan menggunakan tolok ukur PQLI (
physical quality of life index)
Tolok ukur ini dikenalkan oleh moris(1979 dalam todaro (1985)
-
Indikatornya antara lain:
• (1) rata-rata harapan hidup setelah umur i tahun
• (2) rata-rata jumlah kematian bayi
• (3) rata-rata prosentasi buta dan melek hurup
• (1) rata-rata harapan hidup setelah umur i tahun
• (2) rata-rata jumlah kematian bayi
• (3) rata-rata prosentasi buta dan melek hurup
-
Bagi yang pertama, angka 100 diberikan jika
rata-rata harapan hidup mencapai 77 th. Angka 1 diberikan jika ata-rata harapan
hidup mencapai 28 tahun
-
Untuk yang kedua, angka 100
diberikan bila rata-rata angka kematian adalah 9 untuk setiap 1000 bayi, dan
angka 1 jika angka rata-rata kematian mencapai 229
-
Untuk yang ketiga, angka 100
diberikan bilarata-rata prosentase melek hurup mencpai 100%, dan angka 0
diberikan bila tidak ada yang melek hurup.Angka PQLI
-
Angka rata-rata dari ke 3
indikator tsb menjadi angka pqli yang besarnya mulai dari 0 -100.
-
Ternyata prestasi pqli ini
tidak selalu sama dengan prestasi pnb/kapita, meskipun pada umumnya bahwa
negara yang tinggi pnb/kapita juga tinggi pqli nya. Demikian pula sebaliknya.
Kerusakan lingkungan
Kerusakan lingkungan
-
Kerusakan bisa juga
diperguanakn mengukur tingkat pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara.
-
bisa Saja sebuah negara yang
tinggi produktivitasnya dan merata pendapatannya bisa berada pada sebuah proses
untuk menjadi semakin miskin, karena tidak mempedulikan dampak lingkungannya
lanjutan
lanjutan
-
Sumber-sumber alamnya
semakinn terkuras, sementara kecepatan bagi alam untuk melakukan rehabilitasi
lebih lambat
-
Mungkin pabrik-pabriknya tak
terkendali lebih bnayak memproduski limbag yang bisa merusak lingkungan
-
Oleh karen aitu faktor
kerusakan lingkungan bisa dipergnakn untuk mengukur sberapa jauh pembangungan
sebuah negara dilaksnakan.
Physical
Quality of Life Index (PQLI atau Kualitas
Fisik Indeks Hidup ialah suatu usaha untuk mengukur kualitas hidup atau
kesejahteraan hidup suatu negara. Nilainya diambil dari rata-rata tiga nilai
statistik yaitu: jumlah buta huruf, angka kematian bayi, dan angka harapan
hidup pada usia 1 (satu) tahun, dan semuanya dinilai dengan skala 1-100.
Penilaian ini dibuat oleh Overseas Development Council atau dewan
perkembangan luar negeri pada pertengahan tahun 1970-an oleh Morris David
Morris.
Namun yang digunakan
saat ini untuk menilai kesejahteraan hidup ialah menggunakan indeks pembangunan
manusia dari PBB
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran
perbandingan dari harapan
hidup , melek huruf , pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh
dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju , negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur
pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.[1] Indeks ini pada 1990
dikembangkan oleh pemenang nobel india Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh
Program pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya.
Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena
batasanya . indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna
daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan
indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk
mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan
manusianya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembangunan di berbagai
sektor yang merata merupakan kunci peningkatan kualitas hidup. Tampaknya tidak
ada sektor yang tidak berperan. Sektor-sektor tersebut kemudian harus menyentuh
rumah tangga. Dari sanalah akan muncul hasil yang memperkuat indikator kualitas
hidup.
Daftar
Pustaka
-
Arsyad,Lincolin
(1999). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : Edisi 4
-
Hakim, Abdul.
(2004) Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta
-
De Wel, B., 1995, "Indicadores Locales de
Sustentabilidad: un instrumento para la Gestion Ambiental descentralizada
", Instituto de EcologĂa Politica: Santiago.
1 komentar:
thankz..
tp mau na.y niih_
bagaimana IKH pada era orde baru en masa reformasi????
harap di jawab...
b4 thankzz...
Post a Comment